Loading...
 
 

Profil Desa Taro

Sebagaimana dimaklumi adanya suatu nama desa dapat diyakini mempunyai suatu latar belakang atau sejarah terhadap berdirinya suatu desa, sehingga nama tersebut dipakai. Namun untuk mengungkap sejarah Desa Taro secara pasti belum bisa dipastikan, karena belum adanya lontar yang bisa menjadikan patokan dalam menyusun sejarah Desa Taro.
            Tetapi berdasarkan ceritera yang diproses di masyarakat yang disampaikan oleh para tokoh secara pertemuan dan dapat dipercaya sebagai sejarah desa kelahiran Desa Taro dapat diuraikan sebagai berikut;
            Nama Desa Taro sendiri muncul di Zaman Markandya Purana!!!!
Awal mulanya diambil dari Markandya Purana. Markandya lahir di India dari restu Siwa di abad ke-4. Beliau menuju Asia Tenggara, Kalimantan Timur, lanjut sampai ke Pulau jawa. Markandya karena diberi restu oleh Siwa, maka Beliau di beri gelar Maha Yogi Markandya artinya dari pertapaan. Markandya sangat kuat bahkan digoda Indra pun tapa Beliau tidak tergoyahkan. Akhirnya keluar Siwa memberi Beliau, Markandya Maha artinya besar dan Yogi artinya pertapa. Karena Markandya minta umur panjang kepada Tuhan (Siwa) mengetahui hal itu karena Tuhan Maha Tahu, apa yang dikehendaki sudah di ketahui.
Setelah Yogi Markandya ada di Indonesia di abad ke-4 sampailah di Pulau Kalimantan Barat lanjut ke Jawa Barat. Beliau melihat ke timur sampai Gunung Damalung, di Gunung ini Beliau digoda banyak raksasa, maka larilah Beliau ke Gunung Dieng, dari Gunung Dieng Beliau mampu mengalahkan raksasa (kejahatan) yang ada di Gunung Damalung. Akhirnya pergilah Beliau ke Gunung Raung di Jawa Timur. Dari sini Beliau melihat ke timur, ada kemilau sinar yang di tangkap pandangan Beliau, dari Gunung Raung ini beliau mengangankan hendak menuju sinar itu. Anehnya pada saat itu sudah ada penduduk yang namanya wong aga.  Beliau mampu mengumpulkan tenaga 400 orang untuk mencari sinar di Timur itu. Perjalanan Beliau lanjut ke Jawa Timur pada sinar itu ternyata sinar itu berada di Gunung Toh Langkir (Gunung Agung).
Dari restu Siwa itulah Beliau mendapat kekuatan untuk mengetahui baik yang ada maupun yang belum ada bahwa Gunung Agung itu puncaknya Himalaya yang ada di India.
Karena hutan yang ada di Pulau Jawa (panjang) sangat kramat banyak pengikut Beliau yang mati, akhirnya Beliau kembali ke Gunung Raung beryoga, dari yoganya yang ke-2 (dua) dengan panca datu akhirnya Beliau kembali menngumpulkan Wong Aga mampu sebanyak 800 orang, dan langsung Beliau mengajak pengikutnya dengan membawa  panca datu ke Gunung Agung.
Sampai di lereng Gunung Agung menemukan tumpukan batu, mungkin saja tumpukan batu itu tempat pemujaan pengikut Beliau yang masih hidup yang pertama. Akhirnya panca datu itu ditanam di sana. Dari lereng Gunung Agung, Beliau menuju ke barat dengan pengikut-pengikutnya sampailah di Ponorajon (Penulisan). Sampai di Puncak Penulisan, Beliau berhenti sejenak, melihat ke barat. Dari  kekuatan Beliau tempat yoganya di Gunung Raung  Beliau melihat ke timur Gunung Agung,
Melihat ke utara India tempat lahir Beliau, melihat ke selatan untuk persiapan tempat Beliau. Akhirnya pengikut Beliau disuruh ke selatan membentuk rumah (asrama). Pengikut-pengikut Beliau lama tidak datang ke Puncak Penulisan, turun Beliau berjalan ke selatan sampai di Pura Sabang Deet. Datanglah pengikut-pengikut Beliau di sana, ditanya pengikut-pengikutnya mengapa tak datang ke Penulisan? Karena tidak kurang makan juga minum sehingga tempat itu diberi nama Sarwa Ada (Taro). Dari sanalah membagi-bagikan tanah perkebunan subak. Sekarang diberi nama Desa Puakan. Lanjutlah Beliau ke Sarwa Ada (Taro). Beliau melanjutkan perjalanan ke selatan sampai di sungai Wos campuhan, beryoga Beliau di sana bahwa Sapta Gangga yang ada di India ada di sana seperti : Gangga, Saraswasti, Serayu, Narmada, Yamuna, Sindu, sehingga Beliau membuat pelinggih bernama Pura Gunung Luah. Gunung artinya tinggi, Luah artinya sungai. Beliau akhirnya melihat ke utara asram Beliau Sarwa Ada Utare artinya Taro sehingga Desa Sarwa ada disebut Desa Taro. Dari sana Beliau memprelina pengikut-pengikut Beliau yang telah meninggal. Timbul kata banjar artinya suka-duka. Kembali pada pendeman Beliau di lereng Gunung Agung membangun pura namanya Besakih yang artinya selamat. Sehingga sekarang disebut Pura Besakih.
Demikianlah awalnya Desa Taro, masih di dalam cerita Pulau Dawa (Pulau Panjang), sehingga Desa Taro telah ada pada Caka 381 Caka menurut hitungan Masehi ditambah 78+381= 459 M.