Loading...
 
 
read-more

ASESMEN LAPANGAN SERTIFIKASI DESA WISATA BERKELANJUTAN TAHUN 2025

Desa Taro - Dari Tradisi, Spiritualitas, dan Alam Menuju Pariwisata Berkelanjutan

Dalam kesejukan alam pegunungan dan kedalaman spiritual yang memancar dari setiap jengkal tanahnya, Desa Wisata Taro di Kabupaten Gianyar, Bali, menjadi tuan rumah kegiatan Asesmen Lapangan Sertifikasi Desa Wisata Berkelanjutan Tahun 2025, yang berlangsung selama dua hari, Selasa hingga Rabu, 7–8 Oktober 2025, berpusat di Obyek Wisata Lembu Putih Taro.


Desa Taro bukan sekadar destinasi wisata. Ia adalah jejak awal peradaban Bali.

Dikenal sebagai desa tertua dan pertama di Pulau Dewata, Desa Taro adalah cikal bakal lahirnya sistem subak, warisan dunia yang mengatur tata air dan tata kehidupan, sekaligus asal mula terbentuknya konsep desa adat di Bali — tatanan sosial-religius yang menyeimbangkan manusia, alam, dan niskala.

Kini, Taro tumbuh menjadi eco-spiritual destination, sebuah desa yang menyatukan ekowisata, kearifan budaya, dan spiritualitas kuno dalam satu harmoni yang hidup.


Lembu Putih: Simbol Kesucian dan Identitas Universal

Salah satu keunikan Desa Taro yang tak ditemukan di belahan dunia manapun adalah keberadaan Lembu Putih Taro, satwa suci satu-satunya di dunia yang bola matanya juga berwarna putih.

Bagi masyarakat Taro, lembu putih bukan hanya simbol keindahan, tetapi manifestasi kesucian dan kehadiran energi spiritual yang melindungi desa.


Perlakuan masyarakat terhadap lembu putih begitu penuh penghormatan lembu jantan dipanggil Ida Bagus, sebutan untuk brahmana suci, sementara lembu betina dipanggil Si Luh, lambang kelembutan dan kesucian ibu semesta. Satwa ini dipelihara dengan tata ritual khusus, bahkan disucikan layaknya pendeta. Ia menjadi ikon spiritual sekaligus simbol filosofi keberlanjutan, karena Taro meyakini:

“Selama lembu putih tetap hidup dan dijaga, keseimbangan alam, manusia, dan spiritualitas akan tetap terpelihara.”

Dasar Hukum dan Regulasi

Pelaksanaan asesmen ini memiliki dasar hukum yang kuat, berlandaskan :

  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, yang menegaskan pariwisata harus menjamin kelestarian sumber daya alam, budaya, dan manusia.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang RIPPARNAS 2010–2025, yang menempatkan keberlanjutan lingkungan, sosial, dan budaya sebagai inti pengembangan destinasi wisata nasional.
  3. Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan, yang memuat empat pilar utama penilaian keberlanjutan yaitu Pengelolaan Berkelanjutan, Keberlanjutan Sosial dan Ekonomi, Keberlanjutan Budaya, dan Keberlanjutan Lingkungan.
  4. Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 13 Tahun 2020, yang mengatur prioritas penggunaan dana desa untuk pengembangan desa wisata berbasis potensi lokal dan konservasi alam.
  5. Peraturan Menteri LHK Nomor P.84/MENLHK/SETJEN/KUM.1/11/2016, tentang Pengelolaan Ekowisata di Kawasan Pelestarian Alam, memperkuat keterpaduan antara konservasi dan wisata ekologis.

Dengan regulasi ini, pelaksanaan asesmen di Desa Taro memastikan bahwa praktik pengelolaan wisata, budaya, dan lingkungan telah sejalan dengan kebijakan pembangunan berkelanjutan nasional dan agenda global SDGs (Sustainable Development Goals).


Tim Auditor dan Pemangku Kepentingan

Asesmen dipimpin oleh tim auditor dari Indonesia Sustainable Tourism Council (ISTC) :

  • Auditor Kepala: Dr. Frans Teguh, MA., CHE
  • Auditor 2: Dr. Amelda Pramezwary, A.Par., MM., CHE
  • Sekretariat ISTC: Hendy Arditya Syaifullah

Kegiatan juga dihadiri oleh perwakilan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Pemerintah Kabupaten Gianyar, lembaga akademik, mitra korporasi, komunitas seni, dan masyarakat Desa Taro.

Acara dibuka dengan lagu Indonesia Raya, doa bersama, sambutan dari Ketua Pokdarwis Desa Wisata Taro, serta pemaparan kode etik asesmen dan metodologi verifikasi lapangan oleh tim auditor.


Hari Pertama – Selasa, 7 Oktober 2025 - Verifikasi, Diskusi, dan Asesmen Lapangan Awal

Hari pertama difokuskan pada Pengelolaan Berkelanjutan, Budaya, dan Lingkungan.

Setelah paparan dari pengelola Desa Wisata Taro, tim auditor melakukan verifikasi dokumen, wawancara, serta observasi ke sejumlah lokasi utama:

  • Obyek Wisata Lembu Putih Taro, pusat spiritual dan konservasi satwa suci.
  • Subak Taro dan Sawah Delodsema Village, bukti hidup warisan sistem pertanian tradisional Bali.
  • Pura Agung Gunung Raung, situs spiritual abad ke-7 yang menjadi akar peradaban Bali Kuna.
  • Area Kunang-Kunang dan lanskap alami desa, lambang harmoni manusia dan ekosistem.

Hari pertama memperlihatkan bahwa prinsip keberlanjutan telah terwujud bukan hanya dalam kebijakan, tetapi juga dalam tindakan nyata dan kesadaran kolektif warga.

Hari Kedua – Rabu, 8 Oktober 2025 - Pendalaman Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan

Hari kedua berfokus pada Keberlanjutan Sosial Ekonomi dan Lingkungan.

Auditor mengunjungi:

  • Kebun Organik Desa & Cooking Class di Dukuh Farm School, yang menanamkan nilai farm-to-table dalam pariwisata edukatif.
  • TPS 3R Desa Taro, contoh nyata pengelolaan sampah berbasis masyarakat.
  • Salah satu homestay di Desa Taro, penginapan ramah lingkungan berbasis komunitas lokal.
  • Sanggar Nirmala Sarwada, pusat pelestarian seni yang melestarikan tari-tarian khas Taro seperti Tari Narnir, Goak Ngajang Sebun, dan Legong Taro.

Hari kedua diakhiri dengan kunjungan ke Pura Agung Gunung Raung, makan siang bersama di Obyek Wisata Lembu Putih, dan evaluasi hasil asesmen.

Tim auditor menyampaikan apresiasi atas komitmen Desa Taro dalam menjaga keseimbangan antara budaya, ekonomi, dan lingkungan.

Filosofi dan Refleksi Keberlanjutan

Desa Taro adalah manifestasi hidup dari filosofi Bali kuno — keseimbangan antara manusia, alam, dan spiritualitas. Di sini, pariwisata bukanlah industri, melainkan persembahan sebuah upaya menyatukan pengalaman batin, edukasi ekologi, dan penghormatan terhadap leluhur.

Pariwisata berkelanjutan di Taro adalah cara hidup cara untuk menjaga kesucian alam, menumbuhkan kesejahteraan, dan memuliakan kebijaksanaan tradisi.

Taro, Harmoni yang Menghidupi

Pelaksanaan Asesmen Lapangan Sertifikasi Desa Wisata Berkelanjutan Tahun 2025 menegaskan bahwa Desa Wisata Taro bukan hanya destinasi, tetapi pusat kesadaran hidup berkelanjutan di Bali.

Dengan dukungan pemerintah, akademisi, dunia usaha, dan masyarakat lokal, Desa Taro menjadi ikon pariwisata berkelanjutan Indonesia, tempat di mana spiritualitas, budaya, dan ekologi berjalan seirama.

“Menjaga Taro bukan sekadar menjaga sebuah desa tetapi menjaga kesadaran, bahwa manusia, alam, dan spiritualitas adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan.”

Karena pariwisata sejati bukan tentang perjalanan menuju tempat, tetapi perjalanan kembali pada keseimbangan hidup itu sendiri.

Kesimpulan dan Implikasi Strategis

        Kesimpulan Umum

Hasil asesmen menunjukkan bahwa Desa Wisata Taro telah berhasil mengimplementasikan empat pilar Pariwisata Berkelanjutan secara nyata:

  • Pengelolaan berkelanjutan yang transparan dan partisipatif.
  • Dampak sosial ekonomi positif yang menghidupkan ekonomi lokal.
  • Pelestarian budaya dan spiritualitas yang kuat.
  • Pengelolaan lingkungan berbasis konservasi dan edukasi.

        Implikasi Strategis

  • Peningkatan Kapasitas: Penguatan dokumentasi digital dan sistem pelaporan keberlanjutan berbasis indikator ISTC.
  • Rencana Aksi Keberlanjutan: Penyusunan Sustainable Tourism Action Plan Desa Taro 2026–2030.
  • Integrasi Spiritual–Ekologis: Pengembangan narasi “Eco-Spiritual Destination” sebagai brand positioning Desa Taro di kancah nasional dan internasional.
  • Replikasi dan Pembinaan: Menjadikan Taro sebagai model praktik terbaik (best practice) bagi desa wisata lainnya di Bali dan Indonesia.

        Penutup

Asesmen ini bukan akhir, tetapi awal dari perjalanan panjang menuju pariwisata yang sadar, bermakna, dan berkelanjutan. Desa Taro telah menunjukkan bahwa keaslian adalah kekuatan, spiritualitas adalah akar, dan keberlanjutan adalah masa depan.

Desa Taro - Menjaga Alam, Merawat Budaya, Menghidupkan Keberlanjutan.

Sebuah eco-spiritual destination yang menuntun dunia untuk belajar dari keseimbangan antara bumi, budaya, dan batin manusia.